Dengan meningkatnya pengetahuan serta kesadaran manusia di bawah bimbingan para nabi, manusia mengenal Allah swt Maha Pencipta, Maha Bijaksana dan Maha Esa. Terkait hal ini, William James, psikolog asal AS, mengatakan, "Manusia dapat menemukan pendamping sempurna diri dalam dunia pemikiran internal dirinya. Mayoritas manusia, baik secara sengaja maupun tidak, tetap kembali pada hati nuraninya. Menyusul perhatian besar ini, manusia yang paling hina di dunia akan merasa dirinya sebagai eksistensi penting dan bernilai."
Menciptakan pahlawan legendaris, serta kecenderungan mengorbankan diri untuk Tuhan dan tanah air muncul dari rasa penyakralan manusia yang ingin menjadi sosok yang dipuja. Untuk itu, kebanyakan manusia dalam sepanjang sejarah cenderung menyembah makhluk lemah maupun benda mati. Fenomena ini merupakan penyimpangan dari jalan utama dan sebenarnya.
Sejumlah besar bertanya; apakah keuntungan yang didapatkan manusia dari rasa penghambaan? Menurut para pakar, rasa penghambaan merupakan sebuah naluri yang bermula dari wujud lemah yang menuntut kesempurnaan. Manusia senantiasa menginginkan dirinya terbang menembus keterbatasan wujudnya menuju ufuk yang tinggi. Dengan menyembah, manusia akan mencapai hakikat sebenarnya yang di sana tidak ada kehampaan, keterbatasan, keburukan dan kekurangan. Sebagaimana dikatakan Einstein, "Dalam keadaan menyembah, seseorang merasakan kecilnya harapan-harapan dan tujuan manusia, serta merasakan kebesaran dan keagungan di balik alam semesta."
Iqbal Lahore, penyair dan pemikir Pakistan menyebut ibadah sebagai perbuatan vital dan konvensional. Melalui ibadah itu, manusia dapat memahami posisi dirinya di tengah kehidupan ini. Sejatinya, penyembahan tidak terbatas pada manusia saja. Seluruh makhluk di alam semesta ini bergerak mengarah kepada Allah swt. Seluruh bagian di dunia ini berjalan di jalur kasih sayang Ilahi.
Dalam pandangan Quran, seluruh makhluk di alam semesta menyembah sang pencipta. Semua manusia secara sadar maupun menyembah Zat Yang Haq. Allah swt dalam ayat 44 surat al-Isra mengingatkan, "Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun".
Di mata filosof muslim Farabi, perputaran langit, gerakan bumi, turunnya hujan dan aliran air menunjukkan penyembahan dan ibadah mereka kepada Allah.
Tuhan yang Maha Esa adalah wujud yang paling sempurna dan sifat-sifatnya yang juga merupakan Zat-Nya, tidak memiliki cacat sedikit pun. Hubungan Allah swt dengan alam semesta berdasarkan pada penciptaan, pengaturan, karunia dan kemurahannya. Ketika kita mengenal-Nya dengan keutamaan tersebut, pengenalan itu membentuk hubungan ketundukan dan rasa syukur kepada Allah yang disebut dengan ibadah. Tuhan yang menguasai seluruh alam semesta dan mengatur seluruh urusan di langit dan bumi, memberikan kekuatan kepada manusia yang mempersembahkan ketenteraman hati dan ketenangan jiwa dalam hidupnya.
Dengan demikian, seluruh manusia, bahkan sebagian mereka yang berpandangan materialis, memerlukan penyembahan dalam hidupnya. Sejumlah orang yang berada dalam lingkungan yang tertutup dan terjerat dalam rutinitas serta terjebak dalam keputusasaan dan stres, menginginkan bercengkerama dengan hakikat terbaik dan menyembahnya. Pada prinsipnya, karakteristik manusia senantiasa menginginkan aman dari bahaya dan merasa tenteram. Ajaran Islam memperhatikan kebutuhan manusia tersebut dan berupaya memelihara rasa penghambaan untuk mencapai hakikat dan kesempurnaan.
Shalat adalah bentuk penyembahan dan penghambaan paling jelas dalam agama Islam. Selain itu, shalat merupakan pilar agama. Ketika orang yang mendirikan shalat merasakan lezatnya zikir kepada Allah yang keluar dari mulutnya, maka segala kesombongan dalam dirinya akan hilang. Dalam kondisi demikian, hati dan spirit manusia akan menuju kesucian dan kesempurnaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar