Minggu, 06 Maret 2011

MEMAHAMI PROSES PENYEIMBANGAN DIRI

Sikap dan Prasangka
Sikap merupakan suatu aktifitas individu sebagai akibat dari pengalaman atau kejadian yang meyebabkan suatu tindakan. Sikap mempunyai beberapa ciri khas yaitu: mempunyai obyek tertentu, dan mengandung penilaian. Artinya bahwa sikap seseorang dapat menimbulkan gejala suka dan tidak suka bagi para individu dan lingkungan disekitarnya.
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu:
a.   Kognitif (cognitive).
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b.   Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional  subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
c.   Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.
Salah satu bentuk sikap adalah prasangka (prejudice). Prasangka adalah sikap yang negatif terhadap kelompok tertentu atau terhadap seseorang, semata-mata karena keanggotaannya dalam kelompok tertentu. Prasangka timbul karena penilaian yang tidak berdasar dan pengambilan sikap sebelum menilai dengan cermat, sehingga terjadi penyimpangan pandangan (bias) dari kenyataan yang sesungguhnya.
Walaupun demikian, ada sebagian pakar yang berpendapat bahwa prasangka tidak selalu salah dan irasional. Sebagian juga berdasarkan pada kenyataan. Selain itu, prasangka dapat juga positif (misalnya orang Belanda selalu tepat waktu, dan orang Bali jujur). Hanya saja prasangka yang bersifat positif tidak menimbulkan masalah dalam hubungan antar pribadi atau antar kelompok, sehingga tidak dibicarakan secara khusus atau bahkan dianggap tidak ada. Yang jelas, prasangka adalah problem psikologi sosial karena yang utama dari sikap ini adalah dampaknya pada hubungan antarpribadi atau antar kelompok.
Persepsi
Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya (Wolberg, 1967). Adanya perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.
Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Menurut Young (1956) persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapan-harapan,nilai-nilai, sikap, ingatan dan lain-lain. Sedangkan menurut Wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir.
Proses terbentuknya persepsi pada seseorang dapat dimulai dari diterimanya rangsangan baik rangsangan visual, audio, olfatorik, dan rangsang-rangsang yang lain. Rangsang itu kemudian ditanangkap oleh alat indra untuk kemudian dibentuk menjadi sebuah persepsi mengenai apa yang ditangkap oleh alat indra. Setelah menjadi persepsi, mulailah pada proses pengenalan. Dalam proses pengenalan inilah persepsi yang dibangun, mulai diteliti dan diidentifikasi lebih dalam. Pengenalan ini merupakan tindak lanjut untuk mendapatkan suatu kepastian dari persepsi yang dibangun. Pengenalan yang dilakukan dapat dengan penalaran dan perasaan. Penalaran merupakan pemikiran dari suatu persepsi secara rasional, penalaran ini menggunakan akal pikiran dan dasar-dasar yang rasional. Sedangkan perasaan menyebabkan suatu kedekatan dan pengertian tentang persepsi. Dengan perasaan inilah suatu persepsi atau obyek dapat dikenali dan ditelaah lebih mendalam. Setelah mengenali dan memahami rangsang yang mendasari persepsi, maka akan didapatkan suatu tanggapan dan konfirmasi dari apa yang telah menjadi persepsi selama ini.
Proses ini merupakan proses yang berkelanjutan untuk dapat mendapatkan suatu penjelasan, konfirmasi, dan hal yang sebenarnya mengenai prsepsi yang dibangun. Sebagai contoh seseorang melihat makanan di atas meja. Mata menangkap adanya rangsang makanan di atas meja. Setelah mata melihat maka terbentuklah persepsi bahwa makanan itu sangat enak. Untuk mendapatkan kepastian dari persepsi itu, maka dilakukan pengenalan dan pendekatan. Lidah merasakan, dan mulai mendapatkan suatu konfirmasi tentang persepsi yang dibangun. Setelah merasakan makanan itu terasa enak, maka telah mendapat kepastian, yang berarti bahwa ia telah berhasil membangun sebuah persepsi yang positif dan benar sesuai dengan kondisi yang ada.
Diri, Konsep Diri dan Penyesuaian Diri
Diri merupakan suatu organisasi dari aspek-aspek yang saling berkaitan, yang membentuk suatu struktur kepunyaan dengan segala sejalanya. Aspek yang terdapat dalam diri saling berkaitan dan saling melengkapi untuk dapat mengkondisikan diri itu sendiri. Aspak-aspek tersebut yaitu aspek fisik dan aspek psikis, dengan segala komponennya yaitu emosi, psikososial, mental, pola pikir, dan komponen yang lain. Diri merupakan sesuatu yang dapat dilihat melalui panca indra yaitu mata. Diri yang dapat dilihat inilah merupakan aspek fisik yang ada dalam diri.
Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki oleh anak tentang dirinya, meliputi kondisi fisik, psikologis, sosial, dan emosional. Penyesuaian diri merupakan keefektifan individu dalam memenuhi kebutuhan dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Konsep diri dibedakan menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif terbentuk bika anak selalu dihargai berdasarkan potensi aktual yang dimilikinya. Konsep diri negatif terbentuk bila lingkungan secara berlebihan selalu mengingatkan kelemahan maupun kekurangan yang dimiliki anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri:
- kenali potensi anak
- memberiklan stimulasi kepada anak untuk mengetahui kemampuannya
- membantu anak dalam neyelesaikan tugas tanpa disertai kritikan yang tajam
- memberikan dukungan kepada anak
- mengamati lingkungan anak bersama teman sebayanya
Anak yang memiliki konsep diri yang baik dengan mudah dapat menyesuaikan diri tanpa mengalami hambatan. Rasa bahagia, mampu menerima dirinya, serta menunjukkan bagaimana sebaiknya bertingkah laku dalam pergaulan sehari-hari merupakan syarat agar anak memiliki penyesuain diri yang baik, selain mencegah terbentuknya mekanisme pertahanan diri yang dapat mengarahkan anak pada penyesuaian diri yang buruk.
Beberapa karakteristik yang dapat menggambarkan penyesuaian diri yang baik:
- dapat menerima tanggung jawab sesuai dengan usianya
- menikmati pengalamannya
- mampu memecahkan masalah dengan segera
- mampu membuat keputusan
- tetap pada pilihannyamerasa puas dengan kenyataan
- dapat menggunakan pikiran untuk bertindak, dan bukan untuk melarikan diri
- mampu belajar dari kegagalan
- mampu mengatur waktu
- mampu menyatakan ya/tidak pada saat yang tepat
- menunjukkan ekspresi emosi yang tepat
- menerima kenyataan bahwa hidup merupakan perjuangan yang tak ada habisnya
Suatu konsep diri akan terbentuk sesuai dengan apa yang diinginkan, sesuai apa yang akan menjadi tujuan. Pembentukan konsep diri inilah yang nantinya akan menuju penyesuaian diri yang akan mengarah kepada keseimbangan diri. Dengan keseimbangan diri inilah seseorang akan dapat menemukan kehidupan yang dapat menuntunnya menjadi insan yang dapat memberi manfaat bagi kehidupannya.
Untuk mencapai keseimbangan diri inilah diperlukan suatu proses yang dinamakan asimilasi,adaptasi, dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan- golongan manusia dengan latar belakangan kebudayaan yang berbeda-beda yang saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan unsur-unsurnya masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Adaptasi adalah adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik. Adaptasi ini dignakan untuk dapat mempertahankan hidupnya dalam rangka mencapai keseimbangan diri tersebut.
Dengan asimilasi dan adaptasi inilah akan muncul akomodasi, yaitu keadaan yang sudah mengarah kepada keseimbangan diri.